Permai dan asri..itulah identitas untuk desa sejuk ini. Leuwiliang, adalah salah satu Kabupaten
di Kota Bogor,Provinsi Jawa Barat. Jika boleh saya cantumkan sedikit kenangan hanya langkah sederhana yang menghantarkan saya ke desa ini. Yaitu sedikit goresan pena di atas kertas dalam mengikuti ajang literasi. Sebelumnya saya berpikir akan ke suatu kota yang megah dan penuh lampu-lampu berwarna-warni. Ternyata asumsi saya salah, bahkan sangat salah. Leuwiliang adalah sebuah desa nan permai. Dari kejauhan saja kita bisa mendengar derasnya air sungai yang jernih, sayang jika kita lewatkan. Di sini saya berkunjung ke sebuah Pondok Pesantren sekaligus SMP inspirasi, yaitu SMP CENDEKIA yang berdiri atas kerja sama Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). Saya merasakan begitu besar rasa kebersamaan di sini, meski hanya beberapa hari mondok di sini semua meninggalkan kenangan manis yang tak mungkin saya lupakan. Ada banyak saudara baru yang saya kenal, mulai dari pulau Sumatera, Lombok, hingga Jogjakarta. Semua seakan telah menjadi kakak sekaligus abang bagi saya sendiri. Banyak hal yang perlu saya catat saat itu,dimana saat saya harus belajar lebih mandiri dan lebih bijak dalam bertindak. Ada salah seorang tokoh penting bagi hidup saya. Ibu Sri Nurhidayah. Beliau adalah perempuan hebat yang berani saya katakan wonderwomen. Penampilannya begitu sederhana, bahasanya lembut dan sopan. Sesekali bercanda untuk mencairkan suasana yang beku. Beliau dengan tulus bekerja di bawah Baznas demi tercapainya hak-hak orang yang harus dan patut di perjuangkan. Di desa Leuwiliang inilah sebuah bangunan pendidikan berdiri kokoh lengkap dengan asramanya. Ya... Smp Cendekia Boarding School Baznas. Kami sempat tinggal lebih kurang 5 hari di asrama ini. Kenangan bersama 24 finalis dari berbagai daerah di Indonesia sangat saya syukuri dan tak akan terlupakan...
😊😊😊
Siapa sangka? Seorang pemuda yang penampilannya urak-urakan. Memakai cincin besi sebanyak 6 buah di sisi tangan kanan kirinya, di tambah dengan potongan rambut jigrak keatas menjulang tinggi bagai serabut sapu yang tebal. Kesan yang di salurkan untuknya adalah "cowo gaul". Hehe 😄 Ya.. Juanda. Remaja berusia 22 tahun ini sehari-hari bekerja lewat musik, katanya band etnik, ketika kita mendengar musik dan vokalnya maka telinga agak terasa sedikit perih. Dengan suara vokalisnya sangat melengking membuat kecoa di tepi-tepi kayu lari terbirit-birit mengadu pada Ibunya. Hahaha😀 Namun, profesi tersebut telah ia jalani selama lebih kurang 12 tahun. Band etnik yang di beri nama "Harus Ngetop" ini berjumlah 6 orang anggota. Terdiri dari 1 pemain drum, 1 vokalis, 2 gitaris, 1 pianis, dan 1 pemain gendang tradisional. Lengkap sudah kebahagiaan mereka setiap kali ada undangan untuk tampil. Biasanya mereka di undang ke acara Ulang Tahun anak-anak ataupun...
Komentar
Posting Komentar